AKHIR PENANTIAN
:: Untukmu Sang Pangeran penanti.
19 Juli 2009,
Hari
itu dimana aku nyatakan seluruh hatimu, berucap bak penyair yang hilang
kendali, tetapi aku hanya diam, terpekur mencerna semua kalimat yang keluar
dari mulutmu. Hati ini gundah, jiwa ini linglung tak tau arah, bagaikan
terhipnotis oleh semua kalimat sihirmu, aku mengiyakan semua yang kau ucapkan.
Tapi
kini ku merana dan menyesal Pangeran Penantian....
Aku
menggantung harapanmu di pelataran hatiku, aku telah muak dengan semua kalimat
sihirmu, rasanya ku ingin berteriak dan berkata padamu, hentikan semua omong
kosongmu itu, tapi sungguh aku tak mampu.
Di
tempat suci inilah aku menyadari semua, kau masih haram untukku. Dan aku tak
mau jikalau Dia cemburu atas sikapku padamu, lalu Dia murka terhadapku, entah
akan jadi apa aku ini.
Pangeran Penanti, di tempat suci ini kuselami serangkaian cerita kita. Ku telusuri sudut
demi sudut yang kemarin aku belumlah mampu menyelaminya. Tapi kini, ku paham
semua. Aku dan kamu, telah menjalankan skenario setan yang akan menghancurkan
iman kita. Sadarkah kau, Sang Pangeran penantian..?? Ataukah sampai saat ini
kau belum menyadarinya..??
Luapan
cintamu yang menggebu, entah itu akan menjerumus pada zinah hati ataukah memang
pujianmu yang dilayangkan untukku..??
***
21 Juli 2009,
Hati
ini bergejolak hebat, setelah 2 hari terlayangkannya kalimat itu. Saat itu
wajah ini bertatap, ah... aku benci dirimu, ilfil rasanya diri ini bertemu
denganmu.
Tapi
entah mengapa, sekali lagi aku serasa terhipnotis oleh setiap kalimat yang
terucap dari bibirmu. Dan saat itu kau berkata, “Suatu saat nanti aku akan
datang meminangmu, setelah kau lulus dari statusmu sebagai mahasiswi. Aku akan
menunggumu dengan sejuta mimpiku.”
“Lulus,
dari statusku sebagai Mahasiswi? Itu artinya kamu akan menunggu kurang lebih 7
th lagi, apakah kamu siap? Tanyaku.
“Iya..
Insyaallah aku siap”, jawabnya pasti.
Robbi.... harus dimana aku
menempatkan hatiku? Aku risih atas semua sikapnya, risih atas semua kata-kata
yang terlayangkan dari mulutnya. Dia terlalu memaksakan. Wahai Sang Pangeran Penanti, semua kau fikir lurus. Apakah kau tak menyadari? Bahwa manusia hanya
bisa merencanakan, selepas dari itu Allah-lah yang menentukan.
Aku termangu......
***
9
Juni 2010,
Aku
menjauh darinya, ku putuskan untuk melanjutkan study-ku disebuah pulau yang tak pernah terpikirkan
olehku tuk dapat kesana. Dan sebelum aku pergi, aku sempatkan mengutip
kata-katanya.
“Putri,
setelah ini ku mohon, jangan lupakan aku. Dan jangan pernah kau berubah. Aku
menunggumu dan aku akan selalu ada untukmu.”
Ah....
lagi-lagi kau katakan sesuatu yang membuat ku ingin berteriak. Aku lelah...
Lelah mengikuti semua alur ceritamu,.
Dan kini, aku benar-benar
pergi....
***
5 Agustus 2011,
Setelah
sekian lama aku terbebas dari bayangmu, kini aku kembali lagi masuk ke alur
cintamu, alur cinta yang dulu hampir menyesatkan diriku, tapi kini aku berada
digaris kebimbangan antara mengungkapkan atau memendam?
Robbi.....
harus bagaimana aku menempatkan diriku? Dan malam itu, terlayangkanlah sebuah
pesan singkat darinya.
“Put...
setelah kurang lebih 1 th kau disana, aku merasakan sesuatu yang berbeda dari
dirimu. Kau semakin jauh, jauuuhhh... apakah
sebenarnya yang terjadi padamu?”
Setelah
aku membacanya, ku letakkan ponselku, tak ku hiraukan pesannya. Malas menyergap kala namanya terpampang di layar ponselku. 5
menit kemudian ponselku kembali berdering.
“Kenapa
kamu gak bales sms-ku Put? Kamu marah? Kenapa Put? Salahkah jika aku
mengkhawatirkanmu?”, Aku tetap tak bergeming, tak ku hiraukan lagi pesannya.
Aku malas... Dan 5 menit kemudian ponselku kembali berdering.
“Put,
aku tau dalam Islam gak ada pacaran, tapi bukankah selama ini kita gak pacaran?
Put, aku hanya ingin tau yang sebenarnya dari dirimu, masihkah hatimu untukku?”.
Setelah 5 menit terlayangkannya kata itu ponselku kembali berdering. Ternyata
dia menelfonku, aku menyerah, aku angkat telfonnya.
“Put..??”,
sapanya.
“Iya....!!”,
jawabku.
“Ku
mohon jawab sekarang”, pintanya dengan penuh harap.
Ku
atur desah nafasku, lalu ku mulai mengungkapkan isi hatiku.
“Untukmu
Sang Pangeran Penanti. Dengar, apa bedanya pacaran dengan hubungan kita selama
ini? Bukankah itu cabang dari ‘pacaran’? Sadarkah kamu? Aku menghindar darimu
semata-mata hanya ingin mengubah jalan hidupku ke arah yang lebih baik. Aku
ingin bebas dari jeratan semu, aku ingin bebas dari semua cengkraman dosa yang
setiap waktu mengintai diriku, mengintaimu juga.”
Sampai
disini aku diam sejenak, “Masihkah dirimu disana”, tanyaku.
“Iya..”,
ucapnya.
“Aku
tau kau akan kecewa, tapi ku mohon fahamilah aku yang mencoba untuk merilis
kisah terindah disepanjang hidupku dan keputusanku bukan akhir dari segalanya,
karna tuk saat ini aku hanya ingin bercinta dengan Tuhan-ku, maafkan aku yang
tak bisa memahami dirimu jauh dari ini.”
Setelah
kalimat itu dia memutuskan telfonnya.
Wahai
Sang Pangeran Penanti, semoga kau mengerti.!!
Oleh:
Irma Lailatul Hikmah – Cirebon